Romi Agusriansyah Pastikan Polres Tanimbar Tidak Terima Dana Bansos Covid Rp9,3 Miliar

Romi Agusriansyah Pastikan Polres Tanimbar Tidak Terima Dana Bansos Covid Rp9,3 Miliar


Romi Agusriansyah Pastikan Polres Tanimbar Tidak Terima Dana Bansos Covid Rp9,3 Miliar

Posted: 09 Aug 2021 02:04 AM PDT


SAUMLAKI, LELEMUKU.COM -  Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Kepulauan Tanimbar AKBP. Romi Agusriansyah memberikan pernyataan resminya yang menegaskan kalau Polres Tanimbar tidak pernah menerima anggaran Bansos dari Pemkab Kepulauan Tanimbar sebesar Rp9,3 miliar.

Hal itu terkait polemik dana bantuan sosial dari anggaran Covid-19 tahun 2020 milik Pemkab Tanimbar yang diberikan ke kepolisian setempat berdasarkan data LKPJ Bupati dan Laporan Hasil Audit (LHP) BPK RI akhirnya terjawab.


"Saya tegaskan ya, Polres tidak pernah menerima anggaran bansos ya," tandasnya via telepon selularnya, pada Sabtu, 7 Agustus 2021.

Pernyataan Kapolres tersebut sekaligus menjawab fakta yang terungkap dalam rapat dengar pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berlangsung selama empat hari di Balai Rakyat Saumlaki pekan ini.

Dimana dalam rapat tersebut, terungkap bahwa ada share dana bantuan sosial dari anggaran  Covid-19 tahun 2020, ke Polres Tanimbar. Hal itu tertuang dalam LKPJ Bupati, senilai Rp7,5 miliar. Sementara dari LHP BPK yang diterima DPRD setempat menyebutkan angka Rp9,3 miliar.

"LHP yang barusan dibagikan ke tangan saya ini tertera kalau hasil audit pada mata anggaran itu tidak dapat diyakini kewajarannya. Ada banyak kejanggalan dalam laporan pertangungjawaban tersebut. Kita contohkan saja, dana bansos Covid-19 ke Polres dalam LKPJ tertuang Rp7,5 miliar. Sedankan pelaporan yang diterima DPRD dari laporan hasil audit BPK sebesar Rp9 milyar," ungkap Wakil Ketua II Ricky Jauwerissa selaku pimpinan sidang dalam paripurna Banggar - TAPD. (Albert Batlayeri)

Ricky Jauwerissa Pertanyakan Dokumen LKPJ Anggaran Covid-19 Tahun 2020 di Tanimbar

Posted: 09 Aug 2021 01:53 AM PDT


SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Beberapa fakta terungkap dari rapat dengar pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berlangsung selama empat hari di Balai Rakyat Saumlaki.

Salah satu yang mencuri perhatian publik adalah pengungkapan temuan DPRD setelah mempelajari dokumen pertangungjawaban bupati (LKJP), laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK serta KUA-PPAS APBD tahun 2020.

Dimana dari dana bantuan sosial anggaran Covid-19 tahun 2020, ke Polres Tanimbar dalam LKPJ Bupati, tertuang Rp7,5 miliar. Sementara dari LHP BPK yang diterima DPRD setempat menyebutkan angka Rp9,3 miliar.

Selain itu, anggaran miliaran itu, kemudian dijelaskan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tanimbar Utha Kabalmay, selaku anggota TAPD dalam rapat banggar, bahwa dari anggaran covid-19 tahun itu, jumlah dana yang dishare ke Polres hanyalah senilai Rp107 juta saja. Dana itupun untuk bidang Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops).

Wakil Ketua II DPRD Ricky Jauwerissa, yang bertindak sebagai pimpinan sidang tersebut, mempertanyakan dalam paripurna Banggar, dana hibah bansos tersebut. Pasalnya sesuai Laporan Hasil Audit (LHP) BPK pada buku 2, menyebutkan bahwa tidak dapat diyakini kewajarannya.

"LHP yang barusan dibagikan ke tangan saya ini tertera kalau hasil audit pada mata anggaran itu tidak dapat diyakini kewajarannya. BPK saja bingung, apalagi saya yang baru dilantik pada 2019 lalu," tandasnya.

Dari informasi yang diperoleh menyebutkan kalau sesuai kuitansi yang ditandatangani oleh mantan Kapolres Adolf Bormasa, tertera angka Rp107 juta saja. Angka itu singkron dengan laporan penggunaan dana Covid-19 yang dijelaskan kepala Bappeda.

Sumber lain juga menjelaskan terkait LHP BPK atas Laporan Keuangan itu terdiri dari tiga buku yang merupakan satu bagian yang yang tidak terpisahkan, yaitu Buku I yang berisi tentang LHP atas laporan keuangan, Buku II tentang LHP atas sistem pengendalian intern serta Buku III tentang LHP atas kepatuhan terhadap ketentuan dan mekanisme yang berlaku.

"Jadi gini, kendati temuan BPK itu menyebutkan dugaan  terjadi pelanggaran, itu tidak menjadi alat bukti hukum dalam proses hukum," ujar sumber.

Nanti lanjut sumber, penegak hukum mencari sendiri alat bukti. Dikaitkan dengan masalah dana bansos ke Polres yang ada temuannya, nanti pihak penegak hukum akan menelusurinya. Dirinya juga menegaskan bahwa predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK yang pernah disandang Pemda KKT atas laporan keuangannya, tidaklah menjamin tidak ada tindak pidana korupsi.

"WTP saja, tetap terbuka kemungkinan adanya tindak pidana korupsi apalagi kalau WDP atau juga disclamer

Pasalnya, lanjut dia, hal itu disebabkan BPK mendasarkan penilaian  atas kewajaran penyajian keuangan  Negara.  Sedangkan ada atau tidaknya tindak pidana korupsi merupakan  wewenang aparat penegak hukum.

"Tanyakan saja kepada yang punya duit, apakah dikasih ke Polres atau tidak? Kalau 9 milyar itu diberikan, kasihnya ke siapa?" Saran sumber.

Dirinya pun memaparkan, anggaran bansos dalam dana covid-19 tersebut masuk kategori bantuan tidak terduga (BTT). Pihak mana yang harus membuat dokumen itu. Mengingat, dana covid-19 milik Pemda, sebagian sudah melekat pada SKPD masing-masing.

"BTT itukan dana tidak taktis. Mekanisme pencairannya ada dituang dalam dalam peraturan bupati. Dan untuk dituang dalam perbub, kan harus ada perencanaan. Bupati setuju, disposisi ke sekda baru lanjut ke kaban keuangan untuk SPM dan SP2D. Nah yang biasa tanda tangan itu ya kepala bidang SP2D-nya," bebernya.

Sekali lagi dirinya mengingatkan, kalau BPK tidak pernah turun kroscek ke lapangan jika administrasi yang disajikan dalam laporan keuangan sudah lengkap. Dengan artian bahwa BPK ketika melihat dokumen yang Pemda sajikan, jika tidak lengkap dan wajar, maka BPK akan turun ke lapangan langsung.

"Kalau ada ketidakwajaran barulah dilakukan uji petik. Tetapi selama admistrasi yang disajikan lengkap, BPK tidak akan on the spot lagi. BPK kan hanya soal administrasi saja," tandasnya. (Albert Batlayeri)

Dengar Pendapat Banggar DPRD dan TAPD Tanimbar Berakhir Pansus

Posted: 09 Aug 2021 01:37 AM PDT


SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Hasil dengar pendapat Bandan Anggaran (Banggar) DPRD Tanimbar bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang berlangsung selama empat hari dari Senin 2 Agustus hingga Kamis 5 Agustus, tepat pukul 20.00 WIT atau jam 8 malam di ruang sidang utama Balai Rakyat Saumlaki, menyetujui untuk membentuk panitia khusus (Pansus).

Keputusan itu dibuat oleh para wakil rakyat, karena terjadi perselisihan data antara Pemda, BKP dan DPRD. Begitupun Banggar DPRD meminta Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Yonas Batlayery, untuk melengkapi dokumen dan rekening koran.

Hal ini ditegaskan oleh hampir semua anggota Banggar. Namun tidak digubris oleh TAPD, terutama Kaban Yonas, dengan hanya berdasarkan pada argumen sendiri tanpa disertai dengan mekanisme aturan yang berlaku.

Sejumlah hal yang akhirnya membuat Banggar merekomendasikan untuk melakukan pansus, diantaranya beberapa paket proyek pekerjaan fisik yang tidak tercantum dalam APBD 2020. Namun telah dikerjakan dan sudah direalisasi pembayarannya. Persoalan pertangungjawaban dana covid-19 tahun 2020 pada beberapa item yang kabur. Belum masalah dana bencana alam dari pos anggaran tak terduga dan lainnya.

Dengan persoalan-persoalan yang muncul tersebut, membuat cicar yang sangat alot antara Banggar dan TAPD. Membuat ketokan palu dalam sidang Banggar - TAPD harus berakhir dengan ketokan palu , yang salah satu poinnya adalah melakukan pansus.

"APBD 2020 inprosedural," tegas Wakil Ketua II Ricky Jauwerissa.

Menurut dia, yang ditemui diruang kerjanya, mengaku kalau terlalu banyak perbedaan dalam dokumen-dokumen yang dibuat Pemda. Oleh karena itu, dirinya dan anggota Banggar lainnya sangat berharap agar rekomendasi Banggar ke paripurna bisa sejalan. Mengingat para anggota Banggar merupakan anggota-anggota terbaik dan dianggap mampu yang diutus Fraksi-Fraksi.

"Kita telah bekerja keras ini masalah-masalah yang ada. Tugas Banggar hanya usulkan untuk lakukan pansus, kalau nanti di paripurna tidak menerima, otomatis Banggar kecewa," tandas dia.

Ricky mengungkapkan sebanyak Rp4,1 milyar anggaran hibah dan bantuan sosial (Bansos) yang dikelola Pemda tidak mampu dipertangung jawabkan. Hal itu berdasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, tertera Rp4.175.000.000.

Ricky yang bertindak sebagai pimpinan sidang tersebut, mempertanyakan dalam paripurna Banggar, dana hibah bansos tersebut. Pasalnya sesuai Laporan Hasil Audit (LHP) BPK pada buku 2, menyebutkan bahwa tidak dapat diyakini kewajarannya.

"LHP yang barusan dibagikan ke tangan saya ini tertera kalau hasil audit pada mata anggaran itu tidak dapat diyakini kewajarannya. BPK saja bingung, apalagi saya yang baru dilantik pada 2019 lalu," tandasnya.

Alhasil, ditegaskan Jauwerissa, laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2020 Pemda dinilai catat. Pasalnya masih banyak kejanggalan dalam laporan pertangungjawaban tersebut.

"Kita contohkan saja, dana bansos Covid-19 ke Polres dalam LKPJ tertuang Rp7,5 milyar. Sedangkan pelaporan yang diterima DPRD dari laporan hasil audit BPK sebesar Rp9 milyar," ungkapnya dalam paripurna. (Albert Batlayeri)

Ricky Jauwerissa Nilai Laporan Anggaran Hibah dan Bansos Pemda Tanimbar Cacat

Posted: 08 Aug 2021 11:48 PM PDT


SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Dalam rapat paripurna Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku terdapat sebanyak Rp.4,1 miliar anggaran hibah dan bantuan sosial (Bansos) yang dikelola Pemda Tanimbar tidak mampu dipertangung jawabkan yang berdasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI senilai Rp.4.175.000.000.

Wakil Ketua II DPRD Ricky Jauwerissa, yang bertindak sebagai pimpinan sidang mempertanyakan dalam paripurna Banggar, dana hibah bansos tersebut. Karena sesuai Laporan Hasil Audit (LHP) BPK pada buku 2, menyebutkan bahwa tidak dapat diyakini kewajarannya.

"LHP yang barusan dibagikan ke tangan saya ini tertera kalau hasil audit pada mata anggaran itu tidak dapat diyakini kewajarannya. BPK saja bingung, apalagi saya yang baru dilantik pada 2019 lalu," kata dia.

Jauwerissa menegaskan laporan pertanggungjawaban APBD tahun 2020 Pemda Tanimbar dinilai cacat dan masih banyak kejanggalan dalam laporan pertangungjawaban itu.

"Kita contohkan saja, dana bansos Covid-19 ke Polres dalam LKPJ tertuang Rp7,5 miliar. Sedangkan pelaporan yang diterima DPRD dari laporan hasil audit BPK sebesar Rp9 milyar," ungkapnya dalam paripurna.

Kejanggalan yang dimaksud itu, kemudian dibeberkan Anggota Banggar lainnya, yang juga Sekretaris Komisi B DPRD Erens Fenanlampir. Ketika pihaknya mempelajari tiga dokumen yakni APBD-P, LPJ Bupati, KUA-PPAS, ternyata mengalami perbedaan PAGU pada belanja.  

"Pada laporan hasil audit BPK di buku 1, belanja kita setelah perubahan Rp856 milyar lebih, sedanakn dokumen perda untuk perubahan APBD Rp998 milyar lebih. Dokumen KUA PPAS dan juga RKPD untuk belanja setelah perubahan total belanjanya Rp971 milyar lebih" sebut dia.

Jika merujuk pada PP 12 tahun 2019 di pasal 23 ayat 2, menyebutkan kalau APBD dimaksud disusun dengan pedomani KUA dan PPAS yang didasarkan pada RKPD. Ganjilnya, ketika komisi B bersama mitranya membedah ini, terjadi perubahan pada PAGU. Hal itu bisa dimaklumi karena terjadi recofunsing anggaran pada dinas-dinas itu.

"Namun jika dilihat secara jeli, tidak alami penurunan, tetapi naik. Saya lihat per item belanja langsung, naik anggarannya tanpa disepakati bersama DPRD," jelas Fenanlampir.

Hal sama juga disebutkan Nelson Lethulur. Ia mengakui kalau data di LKPJ sangat berbeda jauh dengan LHP BPK maupun laporan pertangungjawaban bupati, khususnya pada item belanja pegawai. Dimana ada komponen belanja yang berbeda dengan LPJ bupati.

"Saya kira pengelolaan keuangan kita belum parah kok. Saya minta bagian keuangan dalam hal ini BKAD agar hati-hati dalam suplay data," tegasnya. (Albert Batlayeri)